DARI TEOLOGI PEMBEBASAN KE FIKIH PEMBEBASAN (4)
Oleh: M. Fadlan L Nasurung
Bagaimana mendialogkan tradisionalitas yang spiritual dengan modernitas yang rasional? Apakah tradisionalisme selalu berorientasi ke belakang (sering distigmatisasi kolot dan jumud) dan modernisme selalu berorientasi ke masa depan (dengan ide-ide progresif)?
Dalam tradisi Eropa-Amerika pertarungan antara yang tradisional dan modern mengemuka lewat konservatisme vis a vis liberalisme. Perdebatan dan polemik dua kutub ini telah sangat menyejarah, khususnya dalam tradisi ilmu-ilmu sosial.
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) sepulangnya dari Timur Tengah dan sempat singgah di Eropa, melihat bahwa ada jurang ketimpangan yang lebar antara tradisi ilmu pengetahuan modern yang rasional dengan realitas kehidupan sehari-hari bangsa Indonesia pasca kolonialisasi.
Gus Dur memantik kembali tradisi berpikir kritis dengan melontarkan kontroversi-kontroversi yang menyentuh langsung jantung persoalan sosial. Warisan dari abad keemasan Islam (turats) dielaborasinya untuk membaca ulang wacana keagamaan pasca kolonialisasi yang berubah menjadi ideologi bahkan teologi. Gus Dur membuka kembali pintu ijtihad (ikhtiar spiritual-intelektual) terhadap korpus keagamaan yang terpenjara dalam jeruji identitas. Upaya Gus Dur membuka peta jalan pengetahuan yang mengalami kemandegan tidak semata didasarkan pada tradisi filsafat rasional, tetapi lebih jauh berangkat dari sastra, tradisi spiritual paling arkais.
Selain tradisi keilmuan klasik, Gus Dur juga memiliki kecakapan menemukenali spiritualitas kebudayaan yang hidup dalam tradisi masyarakat lokal. Lokalitas diletakkannya bukan sebagai objek yang diobservasi, tetapi sebagai subjek yang diresapi dan dimaknai, sehingga melahirkan kemampuan memahami pola-pola dasar kehidupan yang selalu bergerak dalam dua arus; negativitas dan positivitas, waktu dan ruang!
Gagasan-gagasan Gus Dur yang menyegarkan dahaga intelektual dibarengi dengan praktik-praktik kehidupan yang intim dengan situs-situs spiritual (rutin menziarahi makam-makam keramat), menunjukkan kapasitasnya melampaui kategori yang spiritual-rasional dan yang mistik-saintifik. Bagi Gus Dur, cara pandang melihat kehidupan dan cara berkehidupan manusia harus dibebaskan dari penyembahan terhadap teori, ideologi dan teologi, menuju pemurnian diri. Guru spiritualnya adalah realitas dan guru realitasnya adalah spiritual.
Tulisan-tulisan Gus Dur membincang realitas secara padu dan utuh, sederhana namun kompleks; dari dimensi ketuhanan yang rumit ke dimensi kemanusiaan yang remeh-temeh, dari hal-hal mistik hingga soal musik, dari kritik terhadap agama sampai analisis sepak bola. Namun, itu ditujukan tidak dalam rangka membangun ideologi dan teologi baru. Gus Dur hanya menawarkan cara membaca realitas; paradigma!
Gus Dur misalnya sama sekali tidak melakukan dekonstruksi atas bangunan teologi yang ada dalam tradisi agama-agama dan kepercayaan. Gus Dur tak pernah mempersoalkan konsep-konsep teologis, baik yang datang dari arus besar agama-agama Abrahamik maupun kepercayaan-keyakinan lokal di berbagai kawasan, khususnya Nusantara. Gus Dur mengemukakan paradigma dan perspektif bagaimana memandang, memperlakukan dan mengaktualkan teologi itu dalam realitas kehidupan sehari-hari.
Gus Dur berpandangan, bahwa teologi dan atau konsep-konsep keimanan (tentang Tuhan) tidak seharusnya dipandang sebagai benteng raksasa yang membuat orang-orang terkerangkeng dalam ketakutan akan bayang-bayang kemusyrikan dan kemurtadan. Teologi mestinya disikapi sebagai suluh, obor penerang yang membuat manusia memiliki kepercayaan diri karena mampu melihat yang haq dan yang batil dengan terang benderang. Sebab, semua risalah kenabian dan kerasulan memang ditujukan semata-mata untuk menghidupkan nurani dan mencerahkan akal budi manusia, agar jernih dalam memandang realitas dan mewujudkannya dalam laku hidup sehari-hari.
Dari Gus Dur penulis belajar, hendaknya spiritualisme agama-agama mesti kembali diletakkan sebagai sumber mata air, sebagai subjek. Bukan semata-mata sebagai objek telaah yang hanya melahirkan teori-teori dan konsep-konsep menara gading dan jauh dari problem mendasar kehidupan manusia. Spiritualitas harus menjadi inspirasi dekolonisasi ilmu pengetahuan modern yang euro-sentris (rasio-sentrisme) yang sudah tiba di fase over-objektifikasi.
Lewat cakrawala spritualitas, Gus Dur mampu menyerap esensi terdalam dari kehidupan. Pelajaran yang paling sulit dari Gus Dur adalah ia tak pernah membenci siapapun, seberapapun ia dizalimi dan diperlakukan tidak adil. Ia melawan, melawan dengan damai. Ia menyerang, menyerang dengan humor. Ia bertarung, bertarung tanpa kekerasan. Ia mencintai seluruh manusia --dan makhluk Allah--, tanpa syarat!
Gus Dur telah meneladankan, mampukah kita melanjutkan?
Sumber gambar: Tanwir.ID
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Jangan Lukai Siapapun dan Apapun
Oleh: KH Husein Muhammad Usai melaksanakan hak konstitusi, memilih pemimpin, seseorang mengajak ngobrol. Lalu dia bertanya bagaimana seharusnya kita menjalani hidup ini.
Sampainya Doa Anak Kepada Orang Tua
Oleh: KH Ma'ruf Khozin Doa anak mengirim pahala bagi orang tua akan sampai berdasarkan QS An-Najm 39 Ayat berikut menjadi senjata bagi Salafi dan yang sepemahaman deng
Habisilah Usiamu Dengan Bertakwa Kepada Allah Ta'ala
Oleh: Hanif Rayis (Santri Pers Al Hikmah, XI IPA Tahdfidz) Agama Islam merupakan agama dengan penduduk terbesar ke-2 di dunia. Sehingga setengah dari penduduk bumi
Peran Para Santri Untuk Negara Indonesia.
Oleh: Anwar Fakhri Dzulfiqar (Pers santri Al-Hikmah Bandar Lampung kelas IX) Santri merupakan pelajar yang menuntut ilmu agama di pondok pesantren. Dahulu santri bukan h
Keutamaan Ibadah Sosial
Oeh: KH Husein Muhammad Ibadah personal atau individual merupakan cara manusia mendekatkan diri (taqarrub) dan menundukan diri kepada Tuhan, membersihkan hati dan membeba
3 Cara Menundukkan Orang Lain
Oleh: KH Husein Muhammad Ada tiga cara mengalahkan/menundukkan orang : 1. Dengan kekuatan fisik/otot atau pengerahan massa. Marah-marah. Bawa dan mengacungkan senjata. I
Islam Merupakan Agama Perdamaian
Oleh: KH Husein Muhammad Islam merupakan agama perdamaian. Dan di bawah ini adalah sebagian cuplikan sederhana dari yang disampaikan. Aku bilang :  
Hari Sumpah Pemuda dan Semangat Nasionalisme
Hari Sumpah Pemuda diperingati setiap tanggal 28 Oktober di Indonesia untuk mengenang momen bersejarah pada tahun 1928, ketika para pemuda dari berbagai daerah, suku, dan latar belakang
Berikut Teks Lagu Ya Lal Wathan beserta artinya
Teks Arab Lagu Ya Lal Wathon يا للوطن، يا للوطن، يا للوطن حب الوطن منالإيمان ولاتكن من الحرمان انهضوا أهل ال
Berikut Teks Mars Hari Santri Nasional
Berikut adalah lirik lengkap Mars Hari Santri: 22 Oktober 45 Resolusi Jihad panggilan jiwa Santri dan ulama tetap setia Berkorban pertahankan Indonesia &n